ASBABUL WURUD TANGAN DI ATAS DAN TANGAN DI BAWAH



BAB I
PENDAHULUAN 

        Islam telah mengajarkan seorang mukmin agar selalu bersikap pertengahan dalam hal ibadah dan muamalah, semuanya dilandaskan niat untuk mencapai keridhaan Allah, karena hakikat diciptakan manusia tidak lain adalah hanya menyembah kepada-Nya.

Hadits Rasulullah sebagai penjelas ayat-ayat dalam Al-qur’an telah membuka cakrawala pemikiran ulama umara dan cendikiawan muslim hingga mencapai hal yang terkecil pun didalam islam telah ada hukum-hukum dan adab-adabnya, termasuk kedalam kemuliaan manusia itu sendiri, seperti seorang meminta dan seorang pemberi, baik berupa materi ataupun non materi. 

Karena memberi dan menerima adalah dua sisi yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia, maka perlu adanya pembahasan lebih khusus mengenai hal ini, dalam konteks apakah memberi dan menerima diperbolehkan dan bagaiamana pula larangannya?

Maka berangkat dari permasalahan ini, pemakalah mencoba membahas masalah ini pada bab selanjutnya dengan mengambil satu hadits dan mencantumkan asbab al wurud hadits, kemudian memberi informasi mengenai pemahaman hadits maupun asbab al wurud tersebut, dengan tujuan dapat memperluas khazanah ilmu pengatauan pemakalah dan juga menambah wawasan bagi pemabaca yang lainnya.



BAB II
PEMBAHASAN
TANGAN PEMBERI DAN TANGAN PENERIMA

اخرج البخري و مسلم عن ابن عمر قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : اليد العليا خير من اليد السفلى

Diriwayatkan oleh bukhari dan Muslim dari ibn Umar, Rasulullah s.a.w bersabda : “Tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah”

Asbab Al-wurud

Ø  Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Muslim dari Hakim ibn Hizam, ia berkata : “Aku pernah meminta sedeqah kepada Rasulullah s.a.w, lalu beliau memberiku, lalu aku kembali meminta lalu beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda : wahai Hakim, sesungguhnya harta itu lezat dan manis, maka barang siapa yang menerimanya dengan hati yang bersih (tidak rakus atau serakah), dia akan mendapatkan berkah dengan harta itu. Tapi barang siapa yang menerimanya dengan nafsu serakah, dia tidak akan mendapatkan berkah dengan harta itu, dia akan seperti orang makan yang tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang diatas lebih baik dari tangan dibawah, “hakim berkata “Lalu aku berkata : “Wahai rasulullah, demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan pernah meminta kepada seseorang pun setelahmu hingga aku berpisah dari dunia ini.”

Ø  Dan diriwayatkan oleh Ahmad dari Hakim bin Hizam, ia berkata : “Aku pernah meminta harta kepada Rasulullah s.a.w dengan sedikit mendesak. Lalu beliau bersabda kepadaku :”wahai hakim, alangkah banyaknya permintaanmu! Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu lezat lagi masnis, dan ia tidak lain adalah kotoran yang ada ditangan manusia, dan tangan Allah berada diatas tangan pemberi, dan tangan pemberi, dan tangan pemberi berada diatas tangan penerima, dan serendah-rendah tangan adalah tangan penerima.”

Keterangan

Hadits ke-61

Ø  Hadits tersebut adalah bagian dari hadits milik al-Bukhari dalam kitab : Az-zakah, bab : La Shadaqata ‘an Zahri Ghina (Tidak ada sedeqah kecuali bagi Orang yang mampu), da ia meriwayatkan di dalamnya dari Hakim bin Hizam dan Abu Hurairah 2/139

Ø  Dan ia juga bagian hadits dari hadits milik Muslim dalam Kitab :Az-zakah, bab : bayanu anna al-yad al-Ulya’ Khairun min al-Yad as-Sufla (penjelasan bahwa tangan diatas adalah lebih baik dari Tangan dibawah, (3/73)

Ø  Begitu juga dengan Ad-darimi dalam Kitab : az-Zakah, bab an-Nahyu ‘an al-mas’alah (larangan meninta-minta (1/127) dan Ahmad 2/67

Ø  Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh malik dalam Kitab : As-sadaqah, bab: at-Ta’affuf ‘an al-mas’alah (menahan diri dari meminta-minta, (2/2998)

Ø  Abu daud dalam kitab :az-Zakah, bab  al-yad as-Sufla (Tangan yang dibawah, (5/46) semuanya hadits dari Umar.

Ø  Dan diriwayat oleh Muslim, ad-Darimi, Ahmad 3/402 dari hadits Hakim bin Hizam

    
Sababul Wurud hadits ke -61

1. Hadits pertama diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab :az-Zakah, bab : Al-isti’faf ‘an al-Mas’alah (berusaha menjaga dari meminta-minta ) dan ia adalah bagian dari hadits miliknya.
2. Muslim 3/75.
3. Dan hadits tersebut diriwayatkan oleh tar-midzi dalam Asbab Sifat al-Qiyamah, 3/53, semuanya dengan lafazh-lafzah yang saling berdekatan. Abu isa berkata : “ini hadits sahih” sedang hadits ke dua dirayatkan oleh Ahmad 3/402 [1]

    Ada beberapa jalur sanad mengenai bab La Shadaqata ‘an Zahri Ghina adapun hadits ini bukhari meriyatkannya dari jalur Hakim bin Hizam, (tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah) maksudnya ialah sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari jalur sai’d al-musayyab yaitu  “sebaik-baik sedekah apablia telah mencukupi semua kebutuhannya”, artinya sesorang yang mampu tentu mempunyai kebutuhan pokok yang lebih, yang dapat diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya, untuk memperjelaskan keumuman hadits tersebut maka imam bukhari meriwayatkan hadits dari  jalur lain yaitu dari Abdullah bin Umar, yang bunyinya

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ
  
  Artinya : “Tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah, tangan diatas adalah pemberi sedangkan tangan dibawah adalah peminta (HR. Bukari)’’.

       Maksud dari tangan diatas pemberi, Abu daud berkata, “mayoritas ulama menukil dari Hammad bin zaid dengan lafadzh’munfiqah (pemberi)’, namun salah seorang di antara perawi menukil dari beliau dengan lafazh ‘muta’affifah ) menjaga kehormatan diri)[2]

Tinjauan Sosial
           
            Jika ditinjau dari ilmu social, tangan di atas dan tangan di bawah berada dalam konsep memberi dan menerima. Memberi dan menerima adalah merupakan suatu sistem dari sikap hidup manusia yang tidak terpisahkan. Dengan mengadopsi sikap itulah manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Kedudukan manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu tidak bisa hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain, dari lahir sampai mati juga tetap memerlukan bantuan dari orang lain (tidak terbatas pada keluarga/saudara/teman) karena itu manusia diciptakan berpasangan dan berbeda2 untuk saling melengkapi dan menolong.

Jika di cermati konsep sosiologi dari makna“memberi dan menerima” adalah merupakan sikap semua orang yang berada dalam semua strata. Kegiatan “memberi dan menerima” ada dilakukan oleh anak-anak sesamanya, dilakukan oleh remaja sesamanya dan dilakukan oleh orang tua sesamanya keadaan social ini akan terus berlangsung.

Menerima dan memberi juga ada dilakukan oleh orang kaya sesamanya, oleh orang sederhana sesamanya dan juga oleh orang miskin sesamanya. Yang uniknya lagi adalah ada juga orang miskin yang memberi sesuatu kepada orang kaya dan orang kaya itulah yang menerima.

Menerima dan memberi adalah konsekwensi dari karakter manusia yang hidupnya harus tolong-menolong. Tidak seorang pun diantara manusia ini yang menjalani kehidupannya hanya mengandalkan usaha sendiri. Yang namanya manusia dia harus memberi pertolongan kepada orang lain, dia harus memberikan bantuan kepada orang lain. Terutama kepada yang lemah dan berkekurangan, misalnya kepada bayi atau anak-anak.

Disisi yang lain manusia harus pula menerima apa yang diberikan oleh orang lain menerima bantuan dan menerima pertolongan. Apa yang diberikan bisa bermacam-macam. Sulit pula kita menghitungnya, karena apa yang akan diberikan sebanyak kebutuhan manusia dan demikian juga apa yang akan dan harus kita terima. Dengan bahasa lain tolong-menolong dalam seratus satu kebutuhan.

Adapun tujuan rasul dalam sabdanya “tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah” memberi pengertian yang memberi lebih utama atau memiliki nilai lebih disisi Allah dan orang yang menerima baik berupa bantuan atau sedeqah dan lain sebagainya memiliki nilai negative bukan berarti hina[3]
 
Tinjauan psikologi
           
         Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk memperbaiki Akhlaq manusia dari mereka tidak mengenal tuhannya sampai  mereka mengatahuinya, namanya tetap dikenag sampai kapanpun. Pada asbab al-wurud yang diriwayatkan oleh imam ahmad, Rasulullah sebagai agent of change (pembawa perubahan) memiliki intuisi (perasaan) yang lembut dan dapat memahami kondisi para sahabatnya setempat, sehingga dapat mengyomi para sahabat seutuhnya.

        Selanjutnya dalam segi tinjaun psikologi Rasulullah sangat dikienal dengan manusia yang tiada duanya, Michael H. Hart  dalam bukunya Seratus Tokoh yang Berpengaruh di Dunia meletakkan Nabi Muhammad nomor satu diantara seratus tokoh lainnya, karena dia beralasan bahwa nabi Muhammad adalah seorang anak yatim yang lahir dari keluarga sederhana dan tidak memiliki harta berkecukupan dapat memegang kekuasaan dalam waktu singkat dan menjadi pemimpin di sebagian jazirah arab[4]

        Salah satu contoh Akhlaq terpujinya adalah asbab wurud hadits diatas ketika sahabat rasulullah s.a.w yaitu hakim ibn Hizam meminta sedeqah kepada Rasulullah, beliau tidak langsung menegurnya dengan kritikan pedas namun ada tahapan yang beliau lalui yaitu :

Pertama , ketika hakim meminta sedeqah kepada rasulullah s.a.w beliau memberikannya dan membiarkan saja perbuatan itu dilakukan, karena beranggapan bahwa sahabat tersebut memang sedang membutuhkan bantuan beliau.

Kedua ketika hakim Radiyallahuanhu meminta kedua kalinya raslullah masih tetap memberinya, dengan berharap sikap hakim ibn hizam dapat berubah.

Ketiga pada tahapan ini Rasulullah s.a.w mengktitik kepada hakim dengan kritikan yang membangun, tidak menjatuhkan, artinya kritikan rasulullah memberi motifasi  (konstruktif) kepada hakim Radiallah agar tidak meminta-minta,  dengan penyebutan lafadz (tangan diatas lebih mulia dari pada tangan dibawah) Artinya sebelum menfonis beliau melihat sikond (situasi dan kondisi) terlebih dulu apakah benar bahwa hakim memang sangat membutuhkan, kemudian beliau memberikan haknya ke dua kaliya, sesudah beberapa kali beliau memberikannya, pada tahap selanjutnya, beliau baru menjelaskan penyebab sifat meminta-minta adalah tindakan yang tidak dibenarkan jika hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena itu adalah sifat yang tercela.

          Setelah mendengar penjelasan itu, hakim bin hizam yang memahami perkataan rasul yang bijak, langsung terpengaruh dan sangat termotifasi dengan sabda beliau sehingga berkata “  Wahai rasulullah, demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan pernah meminta kepada seseorang pun setelahmu hingga aku berpisah dari dunia ini.”

         Contoh kritikan Rasul diatas tujuannya untuk meluruskan yang bengkok dan membimbing kejalan yang lebih baik, dan kritikan seperti ini yang sangat dibutuhkan disetiap strata sosial manusia agar dapat memperbaiki kesalahan sebelumnya.




DAFTAR PUSTAKA

As-suyuthi,terj, Muhammad ayyub,dkk, Asbab Al-wurud Al-hadits, (jakarta  : Pustaka as-sunnah , 2009). Cet.Ke-1
            Ibn hajar al-asqalani, ter, Amiruddin, fathul Baari, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), cet. III
Karim Asy-Syadzily, terj. Mukti ali el-Qum, Asrar al-Jazibiyyah asy-Syakhshiyyah, cet I, (Bekasi : Pustaka Isfahan 2010), hal 103
            www.geocities.com
           



[1] As-suyuthi, Asbab Al-wurud Al-hadits, cet. I, (jakarta  : Pustaka as-sunnah , 2009),315.
[2] Ibn hajar al-asqalani, ter, Amiruddin, fathul Baari, cet. III (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), 109-111
[3] www.Redaksie-Newsletterdisdik.wordpres.com, Oktober 23, 2009.
[4www.geocities.com.pakdenono. Ebook, Pustaka Online Media ISNET

Komentar

  1. mantap sekali gan...
    pake fotenoot...
    saya izin copy...
    asyarh.blogspot.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAD LAINI, MAD IWADH, HA KINAYAH DAN QALQALAH

MAD