Amalan Baik
Pahala dua kali
Ahlul Kitab
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnu Salam, Telah menceritakan kepada kami Al Muharibi berkata, Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Al Hayyan berkata, telah berkata 'Amir Asy Sya'bi; telah menceritakan kepadaku Abu Burdah dari bapaknya berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali; seseorang dari Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabinya dan beriman kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya. Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya wanita lalu dia memperlakukannya dengan baik, mendidiknya dengan baik, dan mengajarkan kepadanya dengan sebaik-baik pengajaran, kemudian membebaskannya dan menikahinya, maka baginya dua pahala". Berkata 'Amir: "Aku berikan permasalahan ini kepadamu tanpa imbalan, dan sungguh telah ditempuh untuk memperolehnya dengan menuju Madinah".
KETERANGAN HADIS
Disebutkan “budak” dalam tema bab ini adalah sesuai dengan teks hadis, sedangkan disebutkan “keluarga” adalah berdasarkan analogi. Karena memperhatikan keluarga sendiri yang bukan hamba sahaya dengan memberikan pengajaran tentang kewajiban-kewajiban kepada Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya, adalah lebih diprioritaskan dari pada hamba sahaya.
Bapak abu burdah adalah abu musa Al Asy’ari, seperti yang dikatakan mushannif dalam pembahasan Al ‘itqu (memerdekakan budak) dan lainnya.
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ (dari ahli kitab). Lafadzh kitab berlaku untuk umum, namun disini berarti khusus, yaitu apa yang diturunkan dari Allah tanpa Taurat dan Injil, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan hadis.
Ada yang berpendapat, bahwa maksud kitab disini adalah kitab injil, hal itu jika kita mengatakan bahwa agama Nasrani adalah penghapus agama yahudi. Namun sebenarnya tidak disyari’atkan adanya penghapusan, karena tidak ada perselisihan bahwa Isa AS telah diutus kepada bani Israil. Maka bagi orang-orang yahudi yang mengikuti ajaran Isa, mereka menisbatkan kepada Injil, dan bagi yang mendustainyadan tetap dalam agama yahudi, maka mereka tidak termasuk orang yang beriman sehingga mereka tidak termasuk dalam ahli kitab, karena syarat ahli kitab adalah mengikuti kenabian Isa.
Benar, seorang yang bukan keturunan bani Israil dan bukan pula termasuk masyarakat Nabi Isa yang mendapat seruannya sedang dia bukan bani Israil, maka dia juga dianggap orang yahudi yang beriman. Karena dia mengimani kenabian nabi Musa alahissalam dan tidak mengingkari seorang nabi yang lain. Barangsiapa dari kelompok ini mengetahui dakwah Muhammad dan mempercayainya, maka dia termasuk dalam khitab ahli kitab. Termasuk dalam contoh ini adalah orang-orang Arab yang beragama Yahudi di negeri Yaman dan negeri-negeri lain dan tidak sampai kepada mereka dakwah nabi Isa alaihissalam, karena beliau khusus diutus untuk Bani Israil.
Memang benar, ada kerancuan dalam masalah orang yahudi yang pada masa nabi Muhammad saw. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat AlQur’an yang sesuai dengan hadis diatas, yaitu firman Allah dalam surah al Qashash 54, “mereka itu diberi pahala dua kali”
Turunnya ayat ini berkenaan dengan golongan orang-orang yahudi yang beriman, seperti Abdullah bin Salam dan yang lainnya. Dalam riwayat Ath-Thabrani dari hadis Rafa’ah al Qurazhi, dia berkata, “ayat ini berkenaan dengan aku dan orang-orang yang beriman bersamaku” Imam Thabari meriwayatkannya dengan sanad shahih dari Ali bin Rafi’ah Al Qurazhi. Dia berkata, “Sepuluh orang dari ahli kitab keluar –termasuk diantara mereka bapakku Rifa’ah- menemui Nabi saw. Maka mereka beriman kepada Nabi dan mereka disiksa, kemudian turunlah ayat, “orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al kitab sebelum A Qur’an, mereka beriman pula kepada Al Qur’an (Q.s Qashash (28):52)
Mereka adalah bani Israil yang tidak mengimani Isa As, bahkan mereka tetap beragama yahudi hingga mereka mengikuti kenabian Muhammad, maka mereka diberi pahala dua kali oleh Allah. Ath-Thibi mengatakan, bahwa kemungkinan konteks hadis ini adalah umum. Karena tidak mustahil mereka mejadi lunak dengan Muhammad, akibat mereka menerima agama Yahudi walaupun telah dihapus dengan Nasrani. Atau mungkin yang termasuk diantara mereka, adalah orang-orang yahudi yang tinggal di Madinah. Sesungguhnya dakwah nabi saw. Tidak sampai kepada mereka, karena dakwah ini belum tersebar dibanyak wilayah, yaitu Musa AS, hingga datang islam, lalu mereka beriman kepada Nabi Muhammad. Dan demkian tidak ada lagi kerancuan mengenai hal ini.
Catatan :
Pertama, dalam syarah ibnu At-Tin dan selainnya, dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai ka’ab al Ahbar dan Abdullah bin Salam, namun aya ini bukan berdasarkan tetapi berkenaan dengan abdullah bin Salam, karena ka’ab bukan termasuk sahabat, sebab ia masuk islam pada masa Umar bin Khattab. Adapun yang terdapat dalam tafsir At-thabari dan lainnya, dari Qatadah, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah adalah seorang yahudi kemudian masuk islam seperti yang akan diternagkan dalam bab Hijrah. Sedangkan salaman adalah seorang nasrani kemudian masuk islam, seperti yang akan diterangkan dalam pembahasan jual beli. Keduanya adalah sahabat yang terkenal.
Kedua, Al Qurthubi berpendapat bahwa ahli kitab yang diberi pahala dua kali adalah orang yang benar akidah dan perbuatannya, hingga ia beriman kepada Nabi kita Muhammad saw. Maka, Allah hanya memberi pahala atas kebenaran akidah dan perbuatannya.
Yang membingungkan dalam pendapat ini, bahwa nabi telah mengirim surat kepada Heraklius, “Masuklah islam maka Allah akan memberimu pahala dua kali” Padahal herakulius, adalah pemeluk agama Nasrani setelah diselewengkan ajarannya oleh para pemeluknya, Pembahasan ini telah disinggung oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dalam hadis Abu Sufyan tentang permulaan turunnya wahyu.
Ketiga, Abu Abdul malik al Buni dan lainnya berpendapat, bahwa hadis ini sama sekali tidak mencakup agama yahudi, sebagaimana yang telah kita singgung di muka, Sedangkan ad-Dawudi dan pengikutnya mengatakan bahwa kemungkinan hadis ini mecakup semua umat yang telah mengerjakan kebaikan, seperti yang digambarkan dalam hadis Hakim bin Hizam, “Engkau beragama Islam sebelum engkau masuk islam karena engkau telah berbuat kebajikan sebelumnya” Pendapat ini tidak dibenarkan, karena hadis ini berkaitan dengan hali kitab, maka dengan sendirinya tidak mencakup dengan hali kitab, kecuali dengan menganalogikan kebajikan dengan iman. Adapun dalam kitab perkataan Nabi “yang beriman kepada nabi-Nya”, dimana hadis ini menggambarkan ketinggian pahala atau sebab dia mendapatkan dua pahala, adalah karena mengimani seluruh nabi-nabi.
Perbedaan antara ahli kitab dengan orang-orang kafir, bahwa Ahli kitab mengetahui kenabian Muhammad, seperti firman Allah “mereka dapati tertulis dalam taurat dan injil yang ada di sisi mereka ( Q.s Al a’raaf (7): 157) Maka barangsiapa diantara mereka yang beriman kepada Muhammad saw. Dan mengikutinya, mereka mendapatkana keutmaana atas sebagian yang lain. Bagitu pula barangsiapa yang mendustainya, maka dosanya melebihi dosa selinnya.
Hal yang seupa adalah masalah hak-hak istri rasulullah saw. Karena wahyu telah diturunkan ditempat atau rumah mereka sebagaimana dijelaskan dalam hadis beliau. Jika tidak ada yang mengatakan; mengapa masalah hadis-hadis rasul tidak disebutkan dalam hadis ini, sehingga jumlahnya menjadi empat? Syaikh Islam Ibu Taimiyah menjawab, bahwa sesungguhnya masalah yang berkenaan dengan istri-istri nabi adalah khusus bagi mereka tidak untuk yang lain. Sedangkan tiga poin dalam hadis diatas, hukumnya berlaku sampai hari kiamat hal ini telah diterangkan oleh Syaikh, bahwa permasalahan orang yang beriman dari Ahli kitab akan terus berlangsung sampai hari kiamat. Al Karmani berpendapat, bahwa hal itu khusus bagi siapa yang beriman pada masa bi’tsah (diutusnya rasul), hal itu dikarenakannabi mereka bi’tsah adalah Muhammad saw. Berdasarkan universalitas dakwah beliau.
Maksud penisbatan mereka kepada selain Nabi Muhammad, adalah berdasarkan keadaan mereka sebelumnya. Al karmani mengatakan, bahwa konteks lafazh hadis yang jelas berbeda, dimana orang mukmin Ahli kitab rajul (seorang laki-laki) dalam bentuk nakirah (indefinit), sedangkan mengenai ‘abdun (hamba sahaya) digunakan alif lam (untuk menyataka orang yang telah diketahui) dan ditambahkan padanya kata-kata Idza (apabila) yang mengandung arti pada masa yang akan datang. Dengan demikian menunjukkan, bahwa dua pahala untuk ahli kitab yang beriman tidak terjadi pada masa yang akan datang, berbeda dengan hamba sahaya. Pendapat ini kurang bena, karena ia hanya melihat lafadzh lahiriah saja.
Adapun perbedaan antara tankir dan ta’rif tidak ada hubungannya disini, karena ta’rif dengan lam jinsi menunjukkan karena nakirah Wallahua’lam
Keempat, Hukum perempuan ahli kitab dalam masalah ini sama dengan hukum laki-laki seperti yang telah berlaku, bahwa kaum perempuan masuk kedalam golongan laki-laki kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Pembahasan (hamba sahaya laki-laki) akan dijelaskan dalam bab “Memerdekakan Budak”, sedangkan pembahasan (hamba sahaya) pada bab Nikah
Dikutip dari Kitab Fathul Baari syarah Sahih Bukhari, Ibnu Hajar Al-Asqalan,ter. Ghazirah Abdi Ummah, (Jakarta, Pustaka Azzam: 2002). hal. 366-370
Ahlul Kitab
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ حَيَّانَ قَالَ قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمَنَ بِنَبِيِّهِ وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْعَبْدُ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَدَّى حَقَّ أَعْطَيْنَاكَهَا بِغَيْرِ شَيْءٍ قَدْ كَانَ يُرْكَبُ فِيمَا دُاللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ ثُمَّ قَالَ عَامِرٌ ونَهَا إِلَى الْمَدِينَةِ
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad Ibnu Salam, Telah menceritakan kepada kami Al Muharibi berkata, Telah menceritakan kepada kami Shalih bin Al Hayyan berkata, telah berkata 'Amir Asy Sya'bi; telah menceritakan kepadaku Abu Burdah dari bapaknya berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali; seseorang dari Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabinya dan beriman kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya. Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya wanita lalu dia memperlakukannya dengan baik, mendidiknya dengan baik, dan mengajarkan kepadanya dengan sebaik-baik pengajaran, kemudian membebaskannya dan menikahinya, maka baginya dua pahala". Berkata 'Amir: "Aku berikan permasalahan ini kepadamu tanpa imbalan, dan sungguh telah ditempuh untuk memperolehnya dengan menuju Madinah".
KETERANGAN HADIS
Disebutkan “budak” dalam tema bab ini adalah sesuai dengan teks hadis, sedangkan disebutkan “keluarga” adalah berdasarkan analogi. Karena memperhatikan keluarga sendiri yang bukan hamba sahaya dengan memberikan pengajaran tentang kewajiban-kewajiban kepada Allah dan sunnah-sunnah Rasul-Nya, adalah lebih diprioritaskan dari pada hamba sahaya.
Bapak abu burdah adalah abu musa Al Asy’ari, seperti yang dikatakan mushannif dalam pembahasan Al ‘itqu (memerdekakan budak) dan lainnya.
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ (dari ahli kitab). Lafadzh kitab berlaku untuk umum, namun disini berarti khusus, yaitu apa yang diturunkan dari Allah tanpa Taurat dan Injil, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan hadis.
Ada yang berpendapat, bahwa maksud kitab disini adalah kitab injil, hal itu jika kita mengatakan bahwa agama Nasrani adalah penghapus agama yahudi. Namun sebenarnya tidak disyari’atkan adanya penghapusan, karena tidak ada perselisihan bahwa Isa AS telah diutus kepada bani Israil. Maka bagi orang-orang yahudi yang mengikuti ajaran Isa, mereka menisbatkan kepada Injil, dan bagi yang mendustainyadan tetap dalam agama yahudi, maka mereka tidak termasuk orang yang beriman sehingga mereka tidak termasuk dalam ahli kitab, karena syarat ahli kitab adalah mengikuti kenabian Isa.
Benar, seorang yang bukan keturunan bani Israil dan bukan pula termasuk masyarakat Nabi Isa yang mendapat seruannya sedang dia bukan bani Israil, maka dia juga dianggap orang yahudi yang beriman. Karena dia mengimani kenabian nabi Musa alahissalam dan tidak mengingkari seorang nabi yang lain. Barangsiapa dari kelompok ini mengetahui dakwah Muhammad dan mempercayainya, maka dia termasuk dalam khitab ahli kitab. Termasuk dalam contoh ini adalah orang-orang Arab yang beragama Yahudi di negeri Yaman dan negeri-negeri lain dan tidak sampai kepada mereka dakwah nabi Isa alaihissalam, karena beliau khusus diutus untuk Bani Israil.
Memang benar, ada kerancuan dalam masalah orang yahudi yang pada masa nabi Muhammad saw. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat AlQur’an yang sesuai dengan hadis diatas, yaitu firman Allah dalam surah al Qashash 54, “mereka itu diberi pahala dua kali”
Turunnya ayat ini berkenaan dengan golongan orang-orang yahudi yang beriman, seperti Abdullah bin Salam dan yang lainnya. Dalam riwayat Ath-Thabrani dari hadis Rafa’ah al Qurazhi, dia berkata, “ayat ini berkenaan dengan aku dan orang-orang yang beriman bersamaku” Imam Thabari meriwayatkannya dengan sanad shahih dari Ali bin Rafi’ah Al Qurazhi. Dia berkata, “Sepuluh orang dari ahli kitab keluar –termasuk diantara mereka bapakku Rifa’ah- menemui Nabi saw. Maka mereka beriman kepada Nabi dan mereka disiksa, kemudian turunlah ayat, “orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al kitab sebelum A Qur’an, mereka beriman pula kepada Al Qur’an (Q.s Qashash (28):52)
Mereka adalah bani Israil yang tidak mengimani Isa As, bahkan mereka tetap beragama yahudi hingga mereka mengikuti kenabian Muhammad, maka mereka diberi pahala dua kali oleh Allah. Ath-Thibi mengatakan, bahwa kemungkinan konteks hadis ini adalah umum. Karena tidak mustahil mereka mejadi lunak dengan Muhammad, akibat mereka menerima agama Yahudi walaupun telah dihapus dengan Nasrani. Atau mungkin yang termasuk diantara mereka, adalah orang-orang yahudi yang tinggal di Madinah. Sesungguhnya dakwah nabi saw. Tidak sampai kepada mereka, karena dakwah ini belum tersebar dibanyak wilayah, yaitu Musa AS, hingga datang islam, lalu mereka beriman kepada Nabi Muhammad. Dan demkian tidak ada lagi kerancuan mengenai hal ini.
Catatan :
Pertama, dalam syarah ibnu At-Tin dan selainnya, dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai ka’ab al Ahbar dan Abdullah bin Salam, namun aya ini bukan berdasarkan tetapi berkenaan dengan abdullah bin Salam, karena ka’ab bukan termasuk sahabat, sebab ia masuk islam pada masa Umar bin Khattab. Adapun yang terdapat dalam tafsir At-thabari dan lainnya, dari Qatadah, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah adalah seorang yahudi kemudian masuk islam seperti yang akan diternagkan dalam bab Hijrah. Sedangkan salaman adalah seorang nasrani kemudian masuk islam, seperti yang akan diterangkan dalam pembahasan jual beli. Keduanya adalah sahabat yang terkenal.
Kedua, Al Qurthubi berpendapat bahwa ahli kitab yang diberi pahala dua kali adalah orang yang benar akidah dan perbuatannya, hingga ia beriman kepada Nabi kita Muhammad saw. Maka, Allah hanya memberi pahala atas kebenaran akidah dan perbuatannya.
Yang membingungkan dalam pendapat ini, bahwa nabi telah mengirim surat kepada Heraklius, “Masuklah islam maka Allah akan memberimu pahala dua kali” Padahal herakulius, adalah pemeluk agama Nasrani setelah diselewengkan ajarannya oleh para pemeluknya, Pembahasan ini telah disinggung oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dalam hadis Abu Sufyan tentang permulaan turunnya wahyu.
Ketiga, Abu Abdul malik al Buni dan lainnya berpendapat, bahwa hadis ini sama sekali tidak mencakup agama yahudi, sebagaimana yang telah kita singgung di muka, Sedangkan ad-Dawudi dan pengikutnya mengatakan bahwa kemungkinan hadis ini mecakup semua umat yang telah mengerjakan kebaikan, seperti yang digambarkan dalam hadis Hakim bin Hizam, “Engkau beragama Islam sebelum engkau masuk islam karena engkau telah berbuat kebajikan sebelumnya” Pendapat ini tidak dibenarkan, karena hadis ini berkaitan dengan hali kitab, maka dengan sendirinya tidak mencakup dengan hali kitab, kecuali dengan menganalogikan kebajikan dengan iman. Adapun dalam kitab perkataan Nabi “yang beriman kepada nabi-Nya”, dimana hadis ini menggambarkan ketinggian pahala atau sebab dia mendapatkan dua pahala, adalah karena mengimani seluruh nabi-nabi.
Perbedaan antara ahli kitab dengan orang-orang kafir, bahwa Ahli kitab mengetahui kenabian Muhammad, seperti firman Allah “mereka dapati tertulis dalam taurat dan injil yang ada di sisi mereka ( Q.s Al a’raaf (7): 157) Maka barangsiapa diantara mereka yang beriman kepada Muhammad saw. Dan mengikutinya, mereka mendapatkana keutmaana atas sebagian yang lain. Bagitu pula barangsiapa yang mendustainya, maka dosanya melebihi dosa selinnya.
Hal yang seupa adalah masalah hak-hak istri rasulullah saw. Karena wahyu telah diturunkan ditempat atau rumah mereka sebagaimana dijelaskan dalam hadis beliau. Jika tidak ada yang mengatakan; mengapa masalah hadis-hadis rasul tidak disebutkan dalam hadis ini, sehingga jumlahnya menjadi empat? Syaikh Islam Ibu Taimiyah menjawab, bahwa sesungguhnya masalah yang berkenaan dengan istri-istri nabi adalah khusus bagi mereka tidak untuk yang lain. Sedangkan tiga poin dalam hadis diatas, hukumnya berlaku sampai hari kiamat hal ini telah diterangkan oleh Syaikh, bahwa permasalahan orang yang beriman dari Ahli kitab akan terus berlangsung sampai hari kiamat. Al Karmani berpendapat, bahwa hal itu khusus bagi siapa yang beriman pada masa bi’tsah (diutusnya rasul), hal itu dikarenakannabi mereka bi’tsah adalah Muhammad saw. Berdasarkan universalitas dakwah beliau.
Maksud penisbatan mereka kepada selain Nabi Muhammad, adalah berdasarkan keadaan mereka sebelumnya. Al karmani mengatakan, bahwa konteks lafazh hadis yang jelas berbeda, dimana orang mukmin Ahli kitab rajul (seorang laki-laki) dalam bentuk nakirah (indefinit), sedangkan mengenai ‘abdun (hamba sahaya) digunakan alif lam (untuk menyataka orang yang telah diketahui) dan ditambahkan padanya kata-kata Idza (apabila) yang mengandung arti pada masa yang akan datang. Dengan demikian menunjukkan, bahwa dua pahala untuk ahli kitab yang beriman tidak terjadi pada masa yang akan datang, berbeda dengan hamba sahaya. Pendapat ini kurang bena, karena ia hanya melihat lafadzh lahiriah saja.
Adapun perbedaan antara tankir dan ta’rif tidak ada hubungannya disini, karena ta’rif dengan lam jinsi menunjukkan karena nakirah Wallahua’lam
Keempat, Hukum perempuan ahli kitab dalam masalah ini sama dengan hukum laki-laki seperti yang telah berlaku, bahwa kaum perempuan masuk kedalam golongan laki-laki kecuali ada dalil yang mengkhususkannya. Pembahasan (hamba sahaya laki-laki) akan dijelaskan dalam bab “Memerdekakan Budak”, sedangkan pembahasan (hamba sahaya) pada bab Nikah
Dikutip dari Kitab Fathul Baari syarah Sahih Bukhari, Ibnu Hajar Al-Asqalan,ter. Ghazirah Abdi Ummah, (Jakarta, Pustaka Azzam: 2002). hal. 366-370
Komentar
Posting Komentar