Iptek dan Al Qur'an (Bumi)
PENDAHULUAN
Kata Pengantar
Bumi merupakan tempat yang sangat memiliki pesona indah di
dalamnya. Selain itu, bumi juga merupakan tempat berdirinya makhluk hidup
ciptaan Allah yang dipimpin oleh manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah
khalifah yang diutus oleh Allah untuk mengolah dan memperdayakan bumi
dengan baik dan benar. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, Allah berfirman dalam Al Qur’an sebagai berikut :
Ingatlah ketika
Tuhamu berkata kepada para malaikat : “sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seseorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : mengapa Engkau hendak
menjadikan Khalifah di muka bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujimu dan
menyucikanmu ?” Allah berfirman : “ sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui”( Q.s Al baqarah
ayat 30).
Subhanallah, bagaimana Allah membela
manusia sebagai khalifah di muka bumi dan Allah secara tersirat memerintahkan
manusia untuk mengolah bumi dengan baik dan benar sesuai dengan perintahnya. Untuk
mengetahui tempat tinggalnya manusia ini (bumi), pemakalah akan memaparkan bentuk serta apa saja yang terjadi di muka
bumi dan juga bentuk spesifik dari bumi itu sendiri dalam pandangan Ilmu
Pengetahuan Teknologi .
PEMBAHASAN
A.
Terjadinya Bumi
Para ilmuan telah menetapkan bahwa bumi merupakan bagian yang telah
terpisah dari matahari[1].
Sungguhpun demikian banyak dilakukan penelitian bahwa bumi memang
terpisah jaraknya dengan matahari, Allah telah memberikan gambaran tentang hal
tersebut dalam firmannya:
Artinya: Bumi susudah itu dihamparkannya. Ia memancarkan daripadanya mata
air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Dan gunung-gunung dipancangkannya dengan
teguh.( An-Naazi’at
ayat 30-32)
Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa
gunung-gunung yang terpancang itu teguh berdiri dan tidak ada satu benda pun
yang menganjalnya. Bumi pada waktu awalnya masih merupakan suatu bentuk gas
panas yang kemudian atas kehendak Allah berangsur-angsur dingin. Setelah itu
bumi bertambah beku kemudian dingin. Permukaan bumi yang pada awalnya tidak
berwujud, setelah adanya pendinginan, permukaan bumi bertambah tinggi dan
menjadi tinggi adanya. Dalam tahapan ini, proses terjadinya gas-gas yang dingin
tersebut jatuh ke permukaan bumi dan menjadi hujan, lalu terjadilah air. Setelah
adanya mata air yang ada di bumi, barulah bumi bisa ditanami dengan
tumbuh-tumbuhan yang bisa ditanam di atasnya dan kemudian menjadi berkembang,
sesuai dengan ayat di atas.
B.
Ayat tentang Terjadinya Bumi
Para ilmuan telah menetapkan bahwa bumi merupakan bagian yang telah
terpisah dari matahari[2].
Sungguhpun demikian banyak dilakukan penelitian bahwa bumi memang
terpisah jaraknya dengan matahari, Allah telah memberikan gambaran tentang hal
tersebut dalam firmannya:
Artinya: Bumi susudah itu dihamparkannya. Ia memancarkan daripadanya mata
air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Dan gunung-gunung dipancangkannya dengan
teguh.( An-Naazi’at
ayat 30-32)
Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa
gunung-gunung yang terpancang itu teguh berdiri dan tidak ada satu benda pun
yang menganjalnya. Bumi pada waktu awalnya masih merupakan suatu bentuk gas
panas yang kemudian atas kehendak Allah berangsur-angsur dingin. Setelah itu
bumi bertambah beku kemudian dingin. Permukaan bumi yang pada awalnya tidak
berwujud, setelah adanya pendinginan, permukaan bumi bertambah tinggi dan
menjadi tinggi adanya. Dalam tahapan ini, proses terjadinya gas-gas yang dingin
tersebut jatuh ke permukaan bumi dan menjadi hujan, lalu terjadilah air.
Setelah adanya mata air yang ada di bumi, barulah bumi bisa ditanami dengan
tumbuh-tumbuhan yang bisa ditanam di atasnya dan kemudian menjadi berkembang,
sesuai dengan ayat di atas.
C.
Bentuk Bumi
Bentuk bumi, sebenarnya masih menjadi perdebatan hangat dikalangkan
pera ahli dalam bidang geologi, namun dengan merujuk kepada Al qur’an, dapat
ditemukan bahwa bentuk bumi adalah bulat, sesuai dengan firman Allah sebagai
berikut :
Artinya : Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang
memelihara kedua tempat terbenamnya (Q.s. Ar Rahman ayat 17)
Dalam surah an-nazi’at Sesuai dengan
firman Allah SWT dalam kitabNya yang mulia : “Dan bumi setelah itu
dijadikannya terhampar (seperti bulat telur).” ( Q.S An Naazi’aat 30 ).
Kamus
bahasa Arab memberikan arti kata “Dahaha” yaitu menjadikannya seperti “Ad
Dahiyah”, yakni Bulat telor. Dan yang menguatkan lagi firman Allah bahwa
bentuk bumi ini bulat adalah firmanNya sebagai berikut : “Tuhan yang
memelihara kedua tempat terbit matahari, dan memelihara kedua tempat
terbenamnya.” (Q.S Ar Rahman 17 )[3]
Adapun
terjadinya malam dan siang dapat dicontohkan secara sederhana yaitu apabila
sebuah bola kemudian diambil sebuah senter, lalu senter tersebut menyinari
salah satu bagiannya, dapat dipastikan akan mambentuk bayangan gelap disisi
belakangnya, begitu juga halnya dengan bumi, jika matahari menyenari bagian
depannya maka akan terbentuk bayangan/malam di belakangnya.
Apabila bentuk bumi datar, maka kita dapat melihat mana yang akan
terbenam dan mana yang akan terbit, dapat dipertegas lagi bahwa bentuk bulatnya bumi dimaksudkan oleh
Allah dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun
tidak dapat didahului siang dan masing-masing beredar ada garis edarnya.(Q.s Yasin: 40)
Dengan ayat diatas,
jelaslah bahwa bumi bentuknya bulat, tidak mungkin ada yang dapat menjadikan
malam menjadi siang, dan siang menjadi malam, dan sesuai dengan arah edarnya.
Tentunya apabila adanya edaran maka, pasti berputar mengelilingi sesutau. Maka
dalam hal ini adanya yang beredar adalah tentunya dengan peredaran tersebut
dapat dinyatakan dengan adanya pernyataan dari yang menciptakan bumi tersebut,
jelaslah bahwa bumi bentuknya bulat tidaklah datar. Seandainya bumi berbentuk
datar maka dapat kita lihat bahwa siang dan malam akan berotasi dalam waktu
yang bersamaan.[4]
Bentuk ayat tersebut
adalah Muhkam, dalam arti bahwa dalil tersebut jelas apa yang telah
dijelaskan oleh ayat tersebut. Berarti sekitar kurang lebih 14 abad yang lalu
dapat dinyatakan bahwa dengan demikian bumi dan isiNya mempunyai perputaran dan
dengan adanya perputaran tersebut maka bumi adalah bulat dan hal ini
meruntuhkan orang-orang yang menyatakan bahwa bumi bentuknya mendatar.
Melihat dengan mata
yang jelas, pasti akan menemukan gunung yang sangat kokoh berdiri sehingga
benda yang sangat besar itu menjadi keajaiban tersendiri dalam kehidupan
manusia. Memang jika dilihat secara kasat mata gunung
berdiri, namun yang menarik dari gunung setelah Allah menjelaskan dalam firmannya sebagai
berikut:
Kamu lihat gunung-gunung itu, lalu kamu menyangka bahwa ia tetap ditempatnya,
padahal ia berjalan sesuai dengan berjalannya awan. Begitulah Allah menciptakan
setiap sesuatu dengan kokoh. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang kamu
kerjakan (An-Naml ayat 88)
Gerakan
gunung-gunung disebabkan oleh pergerakan kerak bumi dari tempat gunung berada.
Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada
awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman
bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi
menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang
berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan
di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak
dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas
lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan
beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik,
lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar
lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm
per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan
perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera
Atlantic menjadi sedikit lebih lebar.
Ada hal
sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah
menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan.
(Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental drift"
atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini.[5]
Apabila gunung berjalan seperti yang disangka,
maka manusia akan selalu menghindari setiap bangunan-bangunan yang tinggi
karena takut akan dihantam oleh gunung. Ungkapan Allah yang menyatakan gunung
berjalan sesuai dengan berjalannya awan, itu bukanlah makna berjalan yang
sebenarnya, akan tetapi berjalan karena bumi beredar pada orbit atau lintasannya.
Sama halnya dengan awan, awan bukan karena bergerak pada makna yang sebenarnya
akan tetapi berjalan karena adanya dorongan dari angin[6].
Apabila ada
pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa bumi akan bergerak ketika hari kiamat
tiba, sungguh perndapat tersebut adalah pendapat yang tidak memiliki dasar yang
kuat sehingga pendapat itu dapat dibantah dan dijawab dengan firman Allah dalam
surah Ibrahim ayat 48 :
Pada hari ketika bumi
berganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit, dan mereka semuanya
berkumpul menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha perkasa.
Dengan ayat diatas bisa membaca keadaan tersebut bahwa bumi suatu
saat akan hancur berantakan dan diganti dengan bumi lainnya dan gunung pun
pecah, begitulah gambaran hari kiamat dan semua manusia dari masa Nabi Adam
sampai dengan ummat akhir zaman akan dikumpulkan semuanya, tanpa terkecuali.
D. Gejala Gempa
Manusia sejak zaman dahulu memprediksikan
terjadinya gempa, hanya menyangka-nyangka sehingga timbullah beberapa pemahan
kurafat diantara orang-orang yang tidak mempunyai ilmu, misalnya ada diantara
mereka mengatakan bahwa gempa terjadi karena adanya sapi yang membawa bumi
diatas salah satu tanduknya dan memindahkan ke tanduk yang lain sehingga
terjadilah gempa.
Ulama-ulama muslim telah mencoba meneliti,
melacak dan menerangkan dalam karya-karya mereka mengenai terjadinya gempa, dan
hasilnya mengandung hikmah tersendiri bagi orang-orang yang beriman dan berhati
tenang kepada Allah swt. dan juga kepada alam semesta, yang jelas sains belum
mengetahui secara pasti kapan dan dimana terjadinya gempa.
Catatan gempa baru-baru ini menyebutkan
gempa paling banyak kuat terjadi bersumber dari kedalaman antara 5 kilometer
sampai kurang dari 60 kilometer dibawah permukaan bumi. Gempa besar diikuti
oleh beberapa gempa kecil yang disebut “gempa ikutan”. Kekuatan gempa ikutan
ini lebih kecil dari pada gempa yang utama, namun terkadang memperparah
kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa sebelumnya. Ada kawasan-kawasan tertentu
didunia ini yang lebih rawan gempa jika dibandingkan dengan kawasan di dunia
lainnya, yang disebut “sabuk gempa”, sementara ada juga kawasan lain yang relative
lebih aman gempa, diantaranya hampir di semua kawasan benua Afrika, kecuali
Lembah Khasf di timur dan barat laut Afrika.[7]
E.
Perembesan Air
Dengan berbagai
ilmu pengetahuan tentang air, air juga merupakan bahagian dari pada hidupnya
manusia yang ada di alam semesta atau disebut juga dengan bumi. Macam-ragam
bentuk bumi dan juga memperlihatkan bahwa Allah mempunyai kuasa dalam
menciptakan semuanya. Dalam surah Al Mu’minun ayat 18 Allah berfiman bahwa yang artinya adalah sebagai berikut :
Kami turunkan air dari langit menurut suatu
ukuran. Lalu, Kami jadikan air itu menetap di bumi. Sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa menghilangkannya.
Ayat
diatas mengatakan bahwa pada hakikat ilmiahnya yang khusus berkaitan dengan
perjalanan air dalam bumi. Dengan demikian air yang semulanya berasal dari
dalam tanah memiliki kemampuan untuk mengeringkan dirinya, maksudnya adalah ketika
datangnya kemarau, kita melihat di berbagi daerah juga kekeringan air yang pada
hakikatnya memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Makna dari kata lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, ini
menerangkan beberapa hakikat ilmiah, diantaranya :
Penetapan air
bermaksud bahwa air itu memiliki muaranya masing-masing, seperti lautan,
sungai, dan tempat lain sebagainya.
Kadangkala
terjadi banyak perubahan mendasar terhadap susunan geologi yang para ahli
mengatakan bahwa atau yang disebut dengan refolusi geologi[8].
Ini menandakan bahwa air yang ada di dalam bumi sangat memiliki sifat berubah,
apakah ia itu mampu memperbanyak diri atau dia mampu mengeringkan diri apabila
adanya terjadi yang dinamakan dengan kemarau. Kemarau terkadang memiliki efek
yang sangat besar dalam ketersediaan air di bumi demi memenuhi kebutuhan
manusia. Lalu, daerah padang pasir tandus akan hidup karena air yang datang
tersebut. Dari fenomena di atas, maka dengan demikian ditemukan ayat firman
Allah yang berbunyi dengan artinya adalah sebagai berikut :
Apakah mereka tidak memperlihatkan bahwa Kami
menghalau (Awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus. Lalu kami tumbuhkan
dengan air hujan itu tanaman-tanaman yang dari padanya makan binatang-binatang
ternak mereka dan mereka sendiri. Maka, apakag mereka tidak memperhatikan ?, ( QS. As-Sajdah
ayat 27).
Penetapan ruang
kosong bermaksud adanya ruang kosong atau lubang yang memungkinkan air
bergerak. Pada iar tanah, ruang kosong tersebut terdapat pada pori-pori yang
terdapat di sela-sela batu keras.
F. Pancaran Air
dari Bebatuan.
Dalam
sebuah pepatah mengatakan bahwa “sekeras-kerasnya batu apabila dengan air
terus mengenakan batu itu, pasti batu itu akan tembus dengan sendirinya”.
Begitulah makna pepatah yang akan sedikit menggambarkan tentang pancaran air
dalam bebatuan. Allah berfiman dalam surah al baqarah ayat 74, yang artinya
adalah sebagai berikut :
Kemudian setelah hatimu menjadi keras seperti
batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal, di antara batu-batu itu sungguh ada
yang mengalir sungai-sungai dari padanya, diantaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripdanya, dan diantaranya ada yang meluncur jatuh,
karena takut kepada Allah, maka Allah tidak akan lengah terhadap apa yang kamu
kerjakan.
Dari
ayat diatas menjelaskan bahwa dari bebatuan terdapat air yang mengalir dan
terkadung air didalam bebatuan, dengan adanya air, maka diatara bebatuan pasti
ada yang memiliki kemampuan untuk menjadikan pancaran dari padanya. Studi-studi
ilmu geologi menetapkan bahwa bebatuan mempunyai kepekaan dan reaksi. Kerena,
diatara bebatuan akan ada yang mampu memancarkan air dan juga ada yang mampu
pecah dan keluar air dari pada batu tersebut.
Dapat
diambil kesimpulan bahwa dengan bebatuan yang merembeskan air, maka dengan air
diatas menjelaskan dan ayat-ayat yang telah disampaikan sebelumnya bahwa
sebelum para ahli geologi menemukan beberapa penemuan tentang bumi, Allah telah
terlebih dahulu berbicara tentang yang berkenaan dengan bumi dan juga ilmu
pengetahuan lainnya.
KESIMPULAN
Bumi
merupakan tempat tinggal manusia, dan Allah telah menjanjikan bahwa manusia
yang beriman akan menjadi khalifah (pemimpin) yang adil dan penuh dengan
peradaban, hal ini Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-baqarah
ayat 30, ketika Allah memberikan pernyataan kepada para malaikat bahwa Allah
swt. akan menjadikan khalifah dimuka bumi, para malaikat bertanya mengapa Allah
menciptakan khalifah orang-orang yang membuat kerusakan dimuka bumi, kemudian
Allah berfirman, Allah yang lebih tahu mengenai kemashlahatannya.
Adapun
bentuk kejadiannya dapat kita lihat secara imperisme bahwa bumi berbentuk bulat
hal itu dapat diketahui sebagai pencahayaan senter terhadap bola, salah satu
sisi yang terkena cahaya akan terang benderang sedangkan yang tidak terkena
cahaya akan gelap, dapat diibaratkan senter tersebut sebagai mata hari,
sedangkan bola adalah bentuk bumi yang bulat dan beredar.
Diawal
penciptaan bumi masih berbentuk bulat tanpa adanya gunung-gunung yang
kokoh/pasak bumi, sehingga pada awal penciptaan bumi selalu tergoncang (gempa)
namun setelah gunung di ciptakan bumipun dapat berputar pada porosnya dengan
tenang.
[1] Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al Qur’an,
ter. dkk, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana),2003, hal. 71.
[2] Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al Qur’an,
ter. dkk, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana),2003, hal. 71.
[4] Muhammad Kamil Abdhushsamad, Mukjizat
Ilmiah dalam Al Qur’an, ter.Alimin, galleniem ihsan, (Jakarta,
Akbar Media Eka Sarana, 2003) hal. 73.
Komentar
Posting Komentar